Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Menurut
Pasal 1 Undang - Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer
adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema
ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer
berlaku selama 50 tahun, sebagai mana yang terdapat dalam Pasal 30. Harga
program komputer atau software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia
merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna
menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah.
3. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut
Pasal 1 Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka
Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat
komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk
gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan
Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi
dengan menggunakan Undang- Undang ini:
1. Illegal access,
perbuatan melakukan akses secara tidak sah terhadap sistem komputer ini belum
diatur secara jelas di dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Untuk
sementara waktu, Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi dapat diterapkan.
Pasal 22
Undang-Undang Telekomunikasi menyatakan:
“Setiap orang dilarang
melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a. akses ke jaringan
telekomunikasi; dan/atau
b. akses ke jasa
telekomunikasi; dan/atau
c. akses ke jaringan
telekomunikasi khusus.”
Pasal 50
Undang-Undang Telekomunikasi memberikan ancaman pidana terhadap barang siapa
yang melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-UndangTelekomunikasi dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2. Illegal interception
in the computers, systems and computer networks operation (intersepsi secara
tidak sah terhadap operasional komputer, sistem, danjaringan komputer). Pasal
40 Undang-Undang Telekomunikasi dapat diterapkan terhadap jenis perbuatan
intersepsi
ini.
Pasal 56 Undang-Undang Telekomunikasi memberikan ancaman pidana terhadap barang
siapa yang melanggar ketentuan Pasal 40 tersebut dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
4. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan yang didalam ketentuan salah satu pasalnya mengatur mengenai
di mungkinkannya penyimpanan dokumen perusahaan dalam bentuk elektronis
(paperless) memberikan pengakuan bahwa dokumen perusahaan yang disimpan dimedia
elektronik dapat dijadikan alat bukti yang sah.[21]Misalnya:
Compact Disk Read Only Memory (CD ROM), dan Write Once Read Many (WORM), yang
diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
5. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang
ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk
mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui
Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan
waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang
termasuk dalam pencucian uang sebagai mana yang terdapat dalam pasal 2 ayat 1.
Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan
identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti
peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam
Undang-Undang Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari
kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data
tersebut, prosedur yang harus dilakukan adalah pengirimkan surat dari Kapolda
ke Kapolri untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut
memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang
diinginkan. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat
karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah
tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga
data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses
penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank,
berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan
dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku
berdasarkan data–data tersebut.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital
evidence sesuai dengan Pasal 38 yaitu alat bukti lain berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau yang serupa dengan itu.
6. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme
Selain
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti
elektronik sesuai dengan Pasal 27 yaitu alat bukti lain berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik
sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini
komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor
intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk
menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku
mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan
melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room
selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan
propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi
Elektronik
Undang-undang
ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun
sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis
pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau
cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan
menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna
mencapai sebuah kepastian hukum.[22]
BAB III
KESIMPULAN
Penagakan hukum cybercrime adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai
yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan nilai yang
mantap terhadap kejahatan dunia maya, yakniperbuatan melawan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi
komputer dan telekomunikasi. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum, yaitu:faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dsan
fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan.
Cybercrime
dapat dilihat dari dua sudut pandang: Pertama, kejahatan yang menggunakan
teknologi informasi sebagai fasilitas. Kedua, Kejahatan yang menjadikan sistem
teknologi informasi sebagai sasaran. Selain itu terdapat modus operandi dalam
kejahatan dunia maya, seperti: unauthorized access, illegal contents, penyebaran
virus secara sengaja, data forgery, cyber espionage, sabotage and
extortion, cyberstalking, carding, hacking dan cracker,
cybersquatting and typosquatting, hijacking, cyber terorism.
Adapun
hambatan-hambatan yang ditemukan di dalam proses penyidikan antara lain adalah
sebagai berikut:perangkat hukum yang belum
memadai, kemampuan penyidik, alat bukti, fasilitas komputer forensik. Saat
ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus atau cyber law yang mengatur
mengenai cybercrime. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif yang berlaku umum
dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime, antara lain:Kitab Undang
Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang No 8 Tahun
1997 tentang Dokumen Perusahaan, Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi
Elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Barda Nawawi.
2007.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penaggulangan
Kejahatan. Jakarta: Kencana.
Juju,
Dominikus.2008. Tekhnik Menagkal Kejahatan Internet. Jakarta: Elek Media
Komputindo.
HR,
Ridwan.2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
Manan,
Abdul. 2006. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Jakarta: Kencana.
Moeljatno.
2009. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara.
M. Ramli,Ahmad. 2006. Cyber Law Dan HAKI. Bandung: Refika
Aditama.
Riswandi,
Budi Agus. 2003. Hukum Dan Internet Di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya 06012011 15:09
http://newskripsi.blogspot.com/2010/07/cyber-crime.html 07012011 08:30
http://www.scribd.com/doc/32622266/Cybercrime-kelompok-7 06012011 21:06
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=CYBERCRIME%20DAN%20PENEGAKAN%20HUKUM%20POSITIF%20DI%20INDONESIA&&nomorurut_artikel=354 06012011 12:47
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=PROSEDUR%20PENYIDIKAN%20TERHADAP%20TINDAK%20PIDANA%20CYBERCRIME&&nomorurut_artikel=361 06012011 12:56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar